Sejarah dari Pulau Edam di salah satu Kepulauan Seribu ini masih menjadi misteri untuk para wisatawan ketika berkunjung. Kepulauan Seribu tidak hanya menyimpan wisata alam kelautan lewat keelokannya saja.
Melainkan juga memiliki wisata sejarah yang bisa dijadikan pelajaran untuk para wisatawan jika berkunjung. Ditinjau dari sejarahnya, Kepulauan Seribu memang sangat berhubungan pada zaman kolonilalisme Belanda ketika menduduki Indonesia.
Lewat Pulau Edam dengan sejarahnya ini, tentunya akan memberikan banyak pelajaran bermakna dan tidak bisa didapatkan di tempat lain. Karena setiap destinasi sejarah mempunyai keunikannya masing-masing.
Awal Perubahan Destinasi Pulau Edam
Awalnya destinasi ini dibangun pada masa kepemimpinan Gubernur Jenderal Camphujis. Masa pemerintahan tersebut terjadi pada tahun 1684-1691. Kemudian tahun 1685 inilah Pulau Edam berubah menjadi taman indah dengan nuansa Jepang.
Dua abad kemudian, pada tahun 1897 setelah diizinkan oleh Raja ZM Willem III yang merupakan pemimpin Belanda masa itu. Mulai dibangunlah sebuah Mercusuar Vast Licth dengan tingginya sekitar 52 meter.
Bangunan ini dimanfaatkan sebagai alat penerangan lalu lintas laut ketika malam tiba. Sewaktu kapal berlayar di lautan dalam proses pengangkutan rempah-rempah usai dieksploitasi dari negeri bumi pertiwi.
Mercusuar Vast Licth menjadi salah satu bangunan sejarah dari Pulau Edam yang masih ada hingga kini. Bangunan tersebut tetap berdiri kokoh tanpa adanya renovasi dari warga setempat ataupun pemerintah.
Keindahan Dibalik Kejadian Sejarah dari Pulau Edam
Konon katanya destinasi ini juga menjadi pulau selamat datang dan gerbang pertama untuk kapal saat berlayar menuju Batavia. Lokasinya Pulau Edam bertempat di antara gugusan Kepulauan Seribu, Jakarta bagian Utara.
Warga Jakarta menyebut destinasi itu dengan nama Pulau Monter. Pulau ini lama dipakai sebagai stasiun radar dalam membantu pesawat terbang menuju bekas Bandara Udara Kemayoran.
Pemandangan sekeliling pulau dengan lautan biru, hamparan pasir, dan pepohonan damar akan terlihat indah jika dilihat dari atas mercusuar. Dari penglihatan sejauh 20 mil, membuat keelokan pulaunya lebih menawan.
Para wisatawan yang mengunjungi destinasi bersejarah, tidak hanya mendengar kesibukan lalu lintas lautnya saja. Melainkan juga mendengar cerita sejarah baik itu dari bangunannya maupun bendanya.
Eksploitasi Negara Indonesia Atas Belanda di Pulau Edam
Keelokan pasir putih terhampar luas di daratan menjadi penambah kecantikannya. Sejarah dari Pulau Edam ini juga sempat dibentuk ke dalam sketsa oleh Johannes Rach, sampai akhirnya diadakan perubahan.
Padahal awalnya lokasi tersebut merupakan pulau tak berpenghuni, tidak ada satupun orang yang menyinggahinya selain bajak laut. Mungkin sudah tergambar dalam benak Anda mengenai seramnya pulau itu.
Penguasa Belanda pada masa dulu, Gubernur Jenderal Camphujis dan Kongsi Dagang Belanda VOC hanya menikmati enaknya saja di negeri Indonesia. Mereka melakukan perampasan rempah-rempah dari wilayah Batavia, kini disebut Jakarta.
Ternyata destinasi Kepulauan Seribu itu juga disebut dengan Pulau Damar. Hal ini dikarenakan di sekitar lokasinya banyak tumbuh pohon damar yang berdiri kokoh. Sejarah dari Pulau Edam memberikan bekas peristiwanya.
Peninggalan-Peninggalan Sejarah dari Pulau Edam
Gubernur Jenderal VOC dijabat oleh Johanes Camphujis tahun 1684-1691, kala itu Pulau Edam pernah dijadikan taman yang indah. Kolam dan lokasi peristirahatan dua lantai dengan bernuansa Jepang, dilengkapi pemandangan laut.
Selain mercusuar dan taman, ada juga peninggalan lainnya yang berupa benteng, bunker serta rumah dinas. Rumah dinas sebagai tempat tinggal Gubernur Jendral VOC, bangunan itu dibuat pada tahun 1685
Lokasi benteng berada di timur laut pulau dengan dindingnya itu sudah dipenuhi dengan akar. Akarnya berukuran besar dengan tanaman menjalar di sekitarnya. Bangunan ini dibuat sebagai tanggul meriam atau batterij.
Untuk menuju lokasi penuh sejarah tersebut, memerlukan waktu tempuh sekitar 30 menit jika keberangkatannya dari Marina Ancol atau Tanjung Pasir. Sehingga diperlukan persiapan untuk alat transportasi yang digunakan.
Makam Penguasa Banten Berada di Destinasi
Wali Sultan Banten yakni Syarifah Fatimah dimakamkan di lokasi ini. Sejarah dari Pulau Edam memiliki peristiwa yang kompleks, baik itu peninggalannya, bangunan, serta lokasinya tetap terlihat indah dan cantik.
Syarifah Fatimah dianggap sebagai sosok perempuan yang berkuasa di Banten pada tahun 1751 silam. Pulau yang masih asri dengan alamnya menjadi bagian peletakan makam ini dibangun.
Jarak makam dengan landmark utama, Mercusuar Vast Licth cukup dekat sekitar 150 meter. Di makam itu terdapat dua nisan yang menjadi pelengkap tempat bersemayamnya penguasa Banten kala itu.
Salah satu nisan diselubungi dengan kain berwarna putih. Sementara batu nisan lainnya yang terkubur lebih dari setengahnya, berbentuk pipih persegi lima bersandingan dengan pasir di lokasi makam itu berada.
Peninggalan Sejarah Lainnya Dimiliki Destinasi Edukasi Ini
Di sekitar tempat perumahan bekas peristirahatan Johanes Champhujis, terdapat kebun yang berisi koleksi binatang dan tanaman langka. Hingga akhirnya menjadi taman terbesar di luar negara Jepang masa itu.
Tak hanya bangunan, tanaman, dan binatang langka saja peninggalan yang menjadi sejarah dari Pulau Edam. Di antara bebatuan wadas juga terdapat pohon-pohon bonsai, dilengkapi dengan jembatan-jembatan kecil.
Selanjutnya terdapat juga air terjun yang memperoleh penerangan dari lanteren batu gaya Jepang. Penjamuan untuk tamu masa itu dituntut memakai sumpit dengan ciri khas makan orang ala Jepang.
Sampai tibalah pada tahun 1705, Gubernur Jenderal VOC sudah tidak mempunyai ketertarikan dengan pulau tersebut. Destinasi itupun diambil kembali oleh pemerintah Indonesia setelah dilepaskan oleh Jepang.
Romusha Hingga Berakhir Pemberontakan
Sejarah dari Pulau Edam tidak hanya berakhir di situ, dibangun bengkel pembuatan tambang dan penggergajian kayu. Hal ini dimaksudkan agar para tawanan bisa menjalankan kerja paksa atau disebut dengan romusha.
Salah satu tawanan yang ditahan dan dipaksa bekerja ialah pangeran asal kota Palembang, serta beberapa orang ningrat turut menjadi tahanan. Tawanan mendapatkan perlakuan kasar dan keji dari dari pihak Jepang.
Iklim buruk juga menjadi pemicu dimulainya pemberontakan atas tawanan. Kemudian diikuti dengan bentuk penindasan yang lebih keji lagi. Sampai pada tahun 1715 pemberontakan berasal dari msyarakat Bali yang dijadikan budak.
Pemberontakan budak asal Bali tersebut berjumlah tiga puluh orang. Perjuangan masyarakat di sana tidak berhenti di situ, dilanjutkan tahun 1792 orang bersuku Bugis yang melakukan penyerangan.
Tetap Didatangi Sebagai Wisata Edukasi dan Lokasi Ziarah
Sampailah pada awal abad ke-19 dengan munculnya Inggris sebagai perusak dari segalanya. Kala itu juga terdapat tanda-tanda dari kapal yang melakukan pelayaran pada saat malam hari.
Tanda-tanda tersebut bisa dilihat melalui perangkat wadah api yang menggunakan damar. Jadi jika Anda memanfaatkan waktu libur dengan berwisata ke destinasi ini, akan banyak sejarah yang bisa didapatkan.
Berkunjung ke destinasi bersejarah tak hanya mendapatkan ilmu dari peristiwa masa lalu. Namun, juga Anda dapat melihat secara langsung peninggalan semasa kejadian yang lalu sewaktu menimpa negeri Indonesia.
Tak menampik juga, jika lokasi di wilayah itu masih dikunjungi para pelancong sebagai tempat destinasi. Serta, tetap dijadikan objek sejarah karena sering dikunjungi orang-orang di sana untuk berziarah.
Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika menghabiskan waktu liburan melalui sarana edukasi. Sejarah dari Pulau Edam hingga kini masih menjadi destinasi yang belum bisa terlupakan akibat kejadian kelamnya.